KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN KANKER KOLON (CA COLON)
- KONSEP DASAR PENYAKIT.
- DEFINISI/PENGERTIAN.
Kanker
kolon adalah suatu gangguan pertumbuhan seluler dengan manifestasi yang
mengakibatkan kegagalan untuk mengontrol proliferasi dan maturasi sel pada
organ kolon (Doengoes, 1999).
- PENYEBAB/FAKTOR RISIKO.
Penyebab
yang nyata tidak diketahui namun beberapa factor risiko telah teridentifikasi
antara lain;
ØRiwayat
kanker kolon atau polip pada keluarga (faktor genetik).
Ø
Riwayat/kelainan
pada kolon : penyakit usus inflamasi
kronis (colitis ulseratifa), polip
Ø
Diet
tinggi lemak,protein dan daging serta rendah serat
- EPIDEMIOLOGI / INSIDENS KASUS.
Kanker kolon dan rectum adalah jenis
kanker terbanyak kedua di Amerika Serikat. Penyakit ini dikatakan sebagai
penyakit budaya barat. Insidensnya meningkat sesuai dengan usia (kebanyakan
pada usia diatas 55 tahun) dan makin tinggi pada individu dengan riwayat
keluarga mengalami kanker kolon, penyakit usus inflamasi kronik atau polip.
Lebih dari 156.000 orang terdiagnosa
setiap tahunnya, kira-kira setengah dari jumlah tersebut meninggal setiap
tahunnya. Meskipun demikian tiga dari empat pasien dapat diselamatkan dengan
diagnosis dini dan tindakan segera. Angka kelangsungan hidup di bawah 5 tahun
adalah 40 % sampai 50 %, terutama karena terlambat dalam diagnosis dan adanya
metastase. Kebanyakan orang asimtomatis dalam jangka waktu lama dan mencari
bantuan kesehatan hanya bila mereka menemukan perubahan pada kebiasaan defikasi
atau perdarahan rectal.
- PATOFISIOLOGI
Kanker
kolon terutama (95%) merupakan adenokarsinoma muncul dari epitel lapisan sel
usus. Dimulai sebagai polip jinak tetapi dapat menjadi ganas, menyusup dan
merusak jaringan normal serta meluas ke dalam struktur disekitarnya. Sel kanker
dapat terlepas dari tumor primer dan menyebar ke bagian tubuh lain (paling
sering ke hati.
Adanya
obstruksi kolon akibat pertumbuhan sel kanker dapat menyebabkan gangguan pola
defikasi berupa konstipasi dan distensi abdomen. Sel-sel kanker juga menekan
jaringan disekitarnya juge dapat merangsang reseptor nyeri sehingga
mengakibatkan nyeri abdomen sesuai dengan letak lesi. Obstruksi kolon juga
dapat mengakibatkan efek gastrointestinal seperti anoreksia, mual, muntah.
Asupan cairan dan nutrisi menjadi tidak adekuat, dapat menyebabkan masalah
nutrisi dan cairan sehingga dapat muncul keletihan dan penurunan berat badan.
Selain
obstruksi juga terjadi ulserasi kolon, menyebabkan pecahnya pembuluh darah
kolon sehingga sering terjadi pasase darah dalam feses. Perdarahan ini juga
dapat memicu anemia.
Skema
patofisiologi penyakit dikaitkan dengan munculnya masalah keperawatan dapat dilihat
pada lampiran.
- KLASIFIKASI.
Klasifikasi kanker kolon yang digunakan
secara luas adalah klasifikasi menurut Duke
Ø
Kelas
A : tumor terbatas pada mukasa dan submukosa.
Ø
Kelas
B : penetrasi melalui dinding usus.
Ø
Kelas
C : infasi kedalam sistem limfe yang mengalir regional.
Ø
Kelas
D : metastasis regional tahap lanjut dan penyebaran yang luas.
(Brunner & Suddarth, 2002)
- GEJALA KLINIS.
Gejala
klinis kanker kolon sangat ditentukan oleh lokasi kanker, tahap penyakit, dan
fungsi segmen usus tempat kanker terjadi. Gejala yang paling menonjol adalah perubahan
defikasi. Adanya darah pada feses adalah gejala paling umum kedua. Dapat juga
mencakup anemia, anoreksia, penurunan berat badan dan keletihan.
Gejala
yang sering dihubungkan dengan lesi sebelah kanan adalah nyeri dangkal abdomen
dan melena. Sedangkan lesi sebelah kiri berhubungan dengan obstruksi (nyeri
abdomen dan kram, penipisan feses, konstipasi dan distensi) serta adanya darah
merah segar dalam feses.
- PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK/PENUNJANG.
Prosedur
diagnostik yang paling penting adalah pengujian darah samar, barium enema,
kolonoskopi. Pemeriksaan Antigen karsinoembrionik (CEA) dapat juga dilakukan
meskipun CEA bukanlah indikator yang dapat dipercaya untuk mendiagnosa kanker
kolon karena tidak semua lesi mensekresi CEA. Pemeriksaan menunjukkan bahwa
kadar CEA dapat dipercaya dalam diagnosis prediksi. Pada eksisi tumor komplet,
kadar CEA yang meningkat harus kembali ke normal dalam 48 jam. Peningkatan CEA
pada hari selanjutnya menunjukkan adanya kekambuhan.
8. PENATALAKSANAAN
MEDIS.
Pembedahan
adalah tindakan primer untuk kebanyakan kanker kolon, dapat bersifat kuratif
atau paliatif. Reseksi usus diindikasikan untuk kebanyakan lesi kelas A, kelas
B dan C. Bila pasien sudah berada pada kelas D maka tindakan pembedahan hanya
bersifat paliatif. Apabila tumor telah menyebar dan mencakup struktur vital
sekitar, operasi tidak dapat dilakukan. Kolostomi juga dapat dilakukan, dimana
dilakukan pembuatan lubang pada kolon secara bedah dapat bersifat sementara
atau permanen.
Pasien
dengan obstuksi usus diobati dengan cairan IV dan pengisapan nasogastrik. Apabila
terdapat perdarahan yang cukup bermakna, tranfusi darah dapat diberikan.
Pengobatan sangat tergantung pada tahapan atau stadium penyakit dan komplikasi
yang berhubungan. Pengobatan medis untuk kanker kolon paling sering dalam
bentuk pendukung atau terapi ajufan. Terapi ajufan biasanya diberikan selain
pembedahan. Pilihannya mencakup : terapi radiasi, kemoterapi dan atau
imunoterapi.
Untuk
tumor yang tidak dioperasi atau tidak dapat direseksi, radiasi digunakan untuk
menghilangkan gejala secara bermakna. Data paling baru menunjukkan bahwa
terdapat perlambatan periode kekambuhan tumor dan peningkatan waktu bertahan
hidup untuk pasien yang mendapat beberapa bentuk terapi ajufan.
B. KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN.
1. PENGKAJIAN KEPERAWATAN.
Data-data
yang perlu dikaji meliputi :
Ø
Riwayat
kesehatan : perasaan lelah, nyeri abdomen (PQRST), pola eliminasi terdahulu dan
saat ini, deskripsi tentang warna, bau, dan konsistensi feses, mencakup adanya
darah dan mukus.
Ø
Riwayat
masa lalu tentang penyakit usus inflamasi kronis atau polip kolon, riwayat
keluarga dari penyakit kolon dan terapi obat saat ini. Kebiasaan diet
diidentifikasi mencakup masukan lemak dan atau serat serta jumlah konsumsi alkohol.
Penting dikaji riwayat penurunan berat badan.
Ø
Auskultasi
terhadap bising usus dan palpasi untuk nyeri tekan, distensi dan masa padat.
Specimen feses diinspeksi terhadap karakter dan adanya darah.
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN / POTENSIAL
KOMPLIKASI.
Berdasarkan
semua data pengkajian, diagnosa keperawatan utama mencakup :
a. Diagnosa keperawatan pra operatif :
a. Diagnosa keperawatan pra operatif :
1) Konstipasi berhubungan dengan lesi obstruktif.
2) Nyeri berhubungan dengan kompresi
jaringan sekunder akibat obstruksi.
3) Keletihan berhubungan dengan
anemia dan anoreksia.
4) Perubahan nutrisi, kurang dari
kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan anoreksia.
5) Risiko kekurangan volume cairan
berhubungan dengan muntah dan dehidrasi.
6) Ansietas berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang diagnosis,rencana pembedahan dan rencana perawatan di rumah.
7) PK : Infeksi.
b. Diagnosa keperawatan pasca
operatif :
8) Nyeri akut berhubungan dengan
terangsangnya nosiseptor akibat luka operasi.
9) Risiko infeksi berhubungan dengan
adanya port de entry akibat luka/pembedahan
10) Kerusakan integritas kulit
berhubungan dengan insisi bedah, tindakan kolostomi, dan kontaminasi fekal terhadap
kulit periostomal.
11) Gangguan citra tubuh berhubungan
dengan kolostomi.
12) PK : Komplikasi pasca bedah usus.
c. Diagnosa keperawatan akibat terapi ajufan :
13) Kurang pengetahuan tentang efek
samping terapi ajufan berhubungan dengan kurang informasi efek samping.
3. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN.
Intervensi Keperawatan
Praoperatif.
1) Mengatasi konstipasi :
a) Pantau frekuensi dan konsistensi
defekasi.
b) Anjurkan hidrasi oral yang
adekuat.
c) Kolaborasi pemberian laksatif dan
enema.
d) Persiapkan pembedahan bila
menunjukkan tanda perkembangan kearah obstruksi total.
2) Menghilangkan nyeri :
a) Pantau respons pasien terhadap
nyeri.
b) Ajarkan tindakan untuk
meningkatkan kenyamanan : perubahan posisi, gosokan punggung dan teknik
relaksasi.
c) Ciptakan lingkungan kondusif
untuk relaksasi : meredupkan lampu, mematikan televisi atau radio bila pasien
menghendaki, membatasi pengunjung atau telepon bila pasien menginginkan.
d) Kolaborasi pemberian analgetik.
3) Meningkatkan toleransi aktifitas:
a) Kaji tentang toleransi aktivitas
pasien.
b) Jadualkan periode tirah baring
yang adekuat dalam upaya menurunkan keletihan pasien.
c) Tranfusi darah sesuai resep bila
pasien mengalami anemia berat.
4) Memberikan tindakan nutrisional :
a) Kaji dan pantau jumlah asupan
nutrisi.
b) Berikan diet tinggi kalori,
protein dan karbohidrat serta rendah residu selama beberapa hari sebelum
operasi.
c) Pantau BB setiap hari.
d) Berikan nutrisi parenteral total
sesuai pesanan.
5) Mempertahankan keseimbangan
cairan dan elektrolit :
a) Kaji dan pantau tanda-tanda
dehidrasi.
b) Catat intake dan output untuk
menyediakan data akurat tentang keseimbangan cairan.
c) Batasi masukan cairan oral untuk
mencegah muntah.
d) Berikan anti emetik sesuai resep.
e) Pasang pipa nasogastrik untuk
mengalirkan akumulasi cairan dan distensi abdomen.
f) Pantau kadar elektrolit serum
untuk mendeteksi hipokalemia dan hiponatremia akibat kehilangan cairan
gastrointestinal.
g) Kaji tanda vital untuk mendeteksi
hipokalemia : takikardia, hipotensi, penurunan jumlah denyut.
h) Kaji status hidrasi : turgor
kulit, membran mukosa kering, urin pekat, peningkatan berat jenis urin.
6) Menurunkan ansietas:
a) Kaji tingkat ansietas pasien
serta mekanisme koping yang digunakan untuk menghadapi stres.
b) Tingkatkan privasi bila pasien
menginginkan dan instruksikan pasien untuk latihan relaksasi.
c) Tingkatkan perhatian dengan
mendengarkan ungkapan, kesedihan, atau pertanyaan yang diajukan pasien.
d) Atur pertemuan dengan rohaniawan
bila pasien menginginkannya, dengan dokter bila pasien mengharapkan diskusi
pengobatan atau prognosis.
e) Pasien kolostomi lain dapat
diminta berkunjung bila pasien mengungkapkan minat untuk berbicara dengan
mereka.
f) Tingkatkan perilaku empati : jawab
pertanyaan dengan jujur, jelaskan semua prosedur dengan bahasa yang mudah
dipahami, setiap informasi dokter dijelaskan jika perlu.
g) Kaji pengetahuan pasien tentang
diagnosis, prognosis, prosedur bedah dan tingkat fungsi yang diinginkan
pascaoperatif.
h) Jelaskan persiapan fisik sebelum
pembedahan, penampilan dan perawatan yang diharapkan dari luka pascaoperatif,
teknik perawatan ostomi, pembatasan diet, kontrol nyeri dan penatalaksanaan
obat.
7) Mencegah infeksi:
a) Pantau tanda-tanda infeksi bila
ada.
b) Berikan antibiotik sesuai resep
seperti kanamisin sulfat, eritromisin, dan neomisin untuk mengurangi bakteri
usus dalam rangka persiapan pembedahan usus.
c) Berikan laksatif, enema atau
irigasi kolonis untuk membersihkan usus.
Intervensi keperawatan
pascaoperatif :
1) Mencegah infeksi / perawatan luka
:
a) Pantau suhu, laporkan bila
terjadi peningkatan.
b) Observasi adanya kemerahan, nyeri
tekan dan nyeri di sekitar luka.
c) Bantu dalam membuat drainase
local.
d) Dapatkan specimen dan material
drainase untuk pemeriksaan kultur dan sensitivitas.
2) Mengurangi nyeri :
a) Kaji tingkat toleransi pasien
terhadap nyeri.
b) Ajarkan teknik distraksi dan
relaksasi.
c) Bantu pasien untuk membebat
insisi abdomen, selama batuk dan napas dalam untuk mengurangi tegangan pada
tepi insisi.
d) Kolaborasi pemberian analgetik.
3) Mengatasi kerusakan integritas
kulit :
a) Pantau tanda-tanda kerusakan
integritas kulit.
b) Jelaskan cara perawatan kulit
pasca operasi.
c) Berikan barier pelindung kulit
sesuai resep.
4) Meningkatkan citra tubuh yang
positif:
a) Kaji konsep diri pasien tentang
citra tubuhnya.
b) Dorong pasien untuk mengungkapkan
perasaan dan masalah yang dialami dan mendiskusikan tentang pembedahan.
c) Dorong pasien untuk memasukkan
rencana perawatan kolostomi dalam kehidupan sehari-hari.
d) Tingkatkan dukungan lingkungan
dan sikap perawat dalam meningkatkan adaptasi terhadap perubahan yang terjadi
akibat pembedahan.
5) Pemantauan dan penatalaksanaan
komplikasi pasca bedah usus :
a) Ileus paralitik :
Ø
Mulai
dan lanjutkan intubasi nasogastrik.
Ø
Siapkan
pasien pemeriksaan sinar X.
Ø
Jamin
penggantian cairan dan elektrolit adekuat.
Ø
Berikan
antibiotic sesuai resep.
b) Infeksi intra peritoneal dan
infeksi luka abdomen :
Ø
Evaluasi
pasien terhadap nyeri kolik intermiten, mual, muntah.
Ø
Pantau
nyeri abdomen konstan atau umum nadi cepat dan peningkatan suhu.
Ø
Siapkan
untuk selang dekompresi usus.
Ø
Berikan
cairan dan elektrolit sesuai program.
Ø
Beri
antibiotic sesuai resep.
c) Peritonitis :
Ø
Evaluasi
pasien terhadap adanya mual, cegukan, menggigil, demam tinggi dan takikardi.
Ø
Beri
antibiotic sesuai resep.
Ø
Siapkan
pasien untuk prosedur drainase.
Ø
Lakukan
terapi cairan dan elektrolit sesuai resep.
Ø
Siapkan
untuk pembedahan jika terjadi kegawatan.
d) Pembentukan abses :
Ø
Beri
antibiotic sesuai resep.
Ø
Berikan
kompres hangat sesuai pesanan.
Ø
Siapkan
untuk drainase
Intervensi keperawatan bila
tidak dilakukan pembedahan (terapi ajufan).
1) Meningkatkan pengetahuan tentang efek samping terapi :
a) Kaji pengetahuan dan pengalaman
pasien dan keluarga tentang efek terapi yang diketahui.
b) Jelaskan efek samping
(anoreksia,muntah,diare,kelelahan) sesuai tingkat pemahaman pasien / keluarga.
c) Jelaskan apa yang harus dilakukan
pasien / keluarga terhadap efek samping tersebut.
4. EVALUASI KEPERAWATAN
Kriteria hasil yang diharapkan :
a) Pra bedah
1) Mempertahankan eliminasi usus
adekuat.
2) Mengalami sedikit nyeri.
3) Meningkatkan toleransi aktifitas.
4) Mencapai tingkat nutrisi optimal
(diet rendah residu,tinggi kalori dan protein).
5) Keseimbangan cairan tercapai
(membatasi masukan cairan dan makanan oral bila mual, berkemih sedikitnya 1,5
liter / 24 jam).
6) Mengalami penurunan ansietas (
mengungkapkan masalah dan rasa takut dengan bebas, menggunakan tindakan koping
dalam menghadapi stres)
7) Tidak ada tanda-tanda infeksi.
b) Post bedah
8) Nyeri dapat terkontrol.
9) Integritas kulit terjaga.
10) Infeksi post operasi tidak
terjadi.
11) Memiliki citra tubuh yang
positif.
12) Tidak mengalami komplikasi pasca
bedah usus :
c) Terapi ajufan
13) Pengetahuan pasien / keluarga
tentang efek samping terapi ajufan meningkat.
WOC/Pathway CA Colon
DAFTAR
PUSTAKA
-
Brunner
& Suddarth, (1996), Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, EGC,
Jakarta.
-
Carpenito,
L.J., (2006), Buku Saku Diagnosa Keperawatan,EGC, Jakarta.
-
Doengoes,M.E.,(1998),
Dokumentasi
& Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, EGC, Jakarta.
-
Guyton,
A.C., (1995), Fisiologi Manusia, EGC, Jakarta.
-
Mansyur,A.,
(2001), Kapita Selekta Kedokteran,
Media Aeskulapius, Jakarta.
-
Price,S.A.
& Wilson,L.M.,(1995), Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, EGC, Jakarta.
-
Suyono,
S., (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit, Jakarta.
0 comments:
Posting Komentar